Kisah Kubah Dalam Sejarah
Kisah
Kubah Dalam Sejarah
Sebelum
“dimilik orang Islam’, corak bangunan bundar ini ternyata sudah digunakan
orang-orang Yunani dan Romawi.
Sebuah masjid di Cianjur pernah menjadi ajang saling sengketa.
Pasalnya, sebagian jamaah mempertanyakan bentuk masjid yang sama sekali tak
berkubah. “Tak elok dipandang mata jika rumah ibadah untuk menghadap Allah tak
mencirikan “simbol-simbol islami”, ujar salah seorang jamaah pendukung
pemasangan kubah. Apakah betul kubah adalah ciri Islam?
Jauh
sebelum kemunculan Islam di tanah Arab, sesungguhnya kubah telah menjadi ciri
arsitektur Yunani dan Roma. Mereka biasanya membuat kubah dari dahan kayu
sebagai penyangga, yang lantas dipadatkan dengan lumpur atau batu. Sebagai
contoh Kubur Mikene Greeks di Yunani (Mycenaean Greeks) yang berasal dari abad
ke-14 SM. Penggunaan kubah meluas pada abad pertengahan setelah imperium Romawi
mulai menggunakan struktur kubah yang diletakkan di atas bangunan berbentuk
segiempat. Ini dibuktikan dengan keberadaan bangunan Panthenon (kuil) di Kota
Roma yang dibangun pada 118 M-128 M oleh Raja Hadria.
Tradisi kubah mulai diadopsi oleh orang-orang Islam, saat
pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan dari Dinasti Ummayah. Itu
dibuktikan dengan pembangunan Kubah Batu (Qubbat as-Shakrah), tempat suci di
dalam Masjid al-Aqsa di Yerussalem, yang dibangun sang khalifah pada 691 M.
“Pembangunan kubah itu dimaksudkan untuk mengungguli atap Gereja Sepulchre Suci
yang indah,” tulis Phillip K. Hitti dalam History Of The Arabs.
Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah membangun masjid dengan
menyertakan kubah. Menurut Profesor K.A.C. Cresswell dalam Early Muslim Architecture,
Masjid Nabawai di Madinah sama sekali tak menggunakan kubah di atas bangunannya
dan bentuk arsitektur masjid pertama orang Islam itu sangat sederhana, “Hanya
berbentuk segi empat dengan dinding pembatas di sekelilingnya,” tulis
arsitektur yang sudah pakar tersebut.
Pada awal
penyebarannya, kubah juga tak dikenal di kalangan penganut Islam di Nusantara.
Alih-alih menggunakan desain bangunan berbentuk lengkung tersebut, orang-orang
Islam Nusantara hanya menempatkan tumpang di atas masjid-masjid mereka.
Demam kubah mulai melanda masjid-masjid di wilayah Asia Tenggara pasca
terjadi perang antara kubu Rusia (Rusia, Romania, Serbia, Montenegro, dan
Bulgaria) melawan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah (Ottoman) pada 1877-1878.
Semangat pan Islamisme yang diserukan Kekaisaran Ottoman berakibat
munculnya ghirah di kalangan umat Islam di belahan dunia lainnya.Termasuk
ghirah untuk meniru hal-hal yang berbau Ottoman seperti penggunaan kubah
bergaya Timur Tengah atau India Utara di atas atap masjid menggantikan
tumpang. “Lambat-laun kubah menjadi simbol arsitektur Islam paling modern, yang
seakan-akan wajib ada pada masjid-masjid baru di Asia Tenggara,” tulis Peter
J.M. Nas dalam Masa
Lalu Dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar